pertanyaan: Bagaimana hukum seorang ikhwan mengungkapkan perasaan (cinta/sayang) kepada akhwat calon istrinya? dijawab oleh al-'ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari: BISMILLAHI, ALHAMDULILLAHI WA SHOLATU WA SALAMU 'ALA RASULILLAH. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang di sebutkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam dalam hadits Abu H urairah Radhiyallahu 'anhu: "Telah ditulis bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya , kedua mata zinanya dengan melihat/memandang, kedua telinga zinanya dengan mendengar, lisan (lidah) zinanya dengan berbicara , tangan zinanya dengan memegang , kaki zinanya dengan melangkah , sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan. Maka kemaluan lah yang memebenarkan atau mendustakan." Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata "(1)". Mendengar ucapan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara dengan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalal untuk di sentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adlah zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu senantiasa berkeinginan dan mengangan-angankanwanita yang memikatnya maka itullah zina kalbu. kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkannya ; atau dia selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakannya. (lihat SYARH RIYADHISH SHALIKHIN karya Asy-Syaikh ibnu 'utsaimin, pada syarh hadits no. 1622) Padahal Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Dan janganlah kalian mendekati zina , sesungguhnya itu adalah perbuatan nista dan sejelek - jelek jalan" (al-isra':32) Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam juga bersabda: "Demi Allah , sungguh jika kalian jika kalian ditusuk dengan jarum besi lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR.Ath- Thabaraniy dan Baihaqi dari Ma'qil bin Yasar radhiyallahu 'anhu, dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.226) Meskipun sentuhan itu sebatas berjabat tangan maka tidak boleh. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Tidak, Wallahi, tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam menyentuh tangan seorang wanita yang bukan mahramnya, melainkan beliau membai'at . mereka denganucapan (tanpa jabat tangan)." (HR. MUSLIM) Demikian pula dengan pandangan, Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman: "Katakan {wahai Nabi} kepada kaum mu'minin , hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka {dari hal-hal yang diharamkan} -himgga firmanNya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat, hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka {dari hal-hal yang diharamkan}........." Dalam shahih muslim dari jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Aku berkata kepada Rasululllah shalallahu 'alaihi wa salam tentang pandangan yang tiba-tiba(tanpa sengaja)? maka beliau bersabda: 'palingkanlah pandanganmu'." Adapun suarra dan ucapan wanita, pada asalnya bukanlah aurat yang terlarang. Namun tidakboleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lebih dari tuntunan hajat (kebutuhan), dan tidak boleh melembutkan suara. Demikian juga dengan isi pembicaraan, tidak boleh berupa perkara-perkara yang membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian maka suara dan ucapannya menjadi aurat dan fitnah yang terlarang. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : "Maka jannganlah kalian (para istri Nabi shalallahu 'alaihi wasalam) berbicara dengan suara yang lembut , sehingga lelaki yang memiliki penyakit dalam kalbunya menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yang ma'ruf (baik)." (Al-Ahzab: 32) Adalah para wanita datang menemui Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam dan di sekitar beliau hadir sahabatnya, lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam menyampaikan kepentingannya dan para sahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tidak bicara lebih dari tuntunan hajat dan tanpa melembutkan suara. Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang di tolelir dalam dalam islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, atau melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Demikian pula berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yang hendak di lamar dan bergaul dengannya dalam rangka ingin saling mengenal karakter dan sifat masing - masing , karena perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yang akan menyerret ke dalam fitnah. Wallahu Musta'an (Allah lah tempat meminta pertolongan). Adapun cara yang di tunjukkan oleh syari'at untuk mengenal wanita yang hendak di lamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya , baik tentang biografi , karakter , sifat , atau hal lainnya yang di butuhakan untuk di ketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab se-obyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita itu sendiri karena ini bukan termasuk dakam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dalam enam perkara yang di kecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang .Demikian pula Sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama. Dalil yang menunjukan hal ini adalah hadits Fatimah bintu Qais ketika di lamar oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Abu J ahm, lalu dia meminta nasehat kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam maka beliau bersabda: "Adapun Abu Jahm adalah seorang lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya "(2)", Adapuun Mu'awiyah adalah lelaki miskin yang tidak memiki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid." (HR. MUSLIM) Para 'ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon istri yang di lamar sesuai dengan tuntunan hajat dan maslahaat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari bijak hijab. (Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin dalam Asy-Suarhul Mumti' (130 - 129 / 5 cetakan darul Atsar) berkata : "Bolehnya berbicara dengan calon istri yang di lamar wajib di batasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa di sertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika itu terjadi maka itu hukumnya haram, karena setiap orang wajib menghindari dan menjauh dari fitnah." Perkara ini di isyarat kan dengan ta'aruf. Adapun terkait dengan hal yang lebih spesifik yaitu organ tubuh , maka cara yang di ajarkan adalah dengan nazhor, yakni melihat wanita yang hendak di lamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yang membutuhkan pembahasan khusus. WALLAHU A'LAM BISHAWAB ====================================================================================== FOOTNOTE: (1) dalam masalah seorang lelaki memandang wajah dan telapak tangan wanita dewasa yang bukan mahram , tejadi perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat haram secaara mutlak. Ada pendapat boleh dengan syarat tidak di khawatirkan fitnah (godaan) dan tidak bermaksud menikmati (An-Nazhor fi hukmin Nazhor), hal. 323). Selain itu juga pendapat yang lain. lihat Ar-Radhul Mufhim ( hal.115) karya Syaikh Al-Albani .(ed) (2) ini adalah kiasan dan ada dua penafsiran yang masyhur tentang maknanya: 1) banyak safar. 2) banyak memukul wanita. dan inilah yang lebih tepat berdasarkan riwayat muslim yang lain dengan lafadz: "Adapun Abu Jahm , dia itu banyak memukul wanita (lihat syahru muslim lii nawawi, syarh hadits no. 1480)